#gamelevel1: Empati Itu Butuh Latihan

10:21:00 PM


Dua pekan yang lalu saya dibuat kagum sama anak smp yang begitu heroik nawarin bantuan ngangkatin galon yang saya beli, alhamdulillah, sebelum dia nawarin bantuan saya sebenarnya sudah minta tolong sama abang-abang yang nongkrong di depan depot air isi ulang tapi doi nggak mau. haha.

Sepanjang jalan bersama si anak smp yang ngangkat galon, saya berpikir si anak entah bagaimana pengasuhan yang ia dapat dari orang tuanya, karena saya yakini dia nggak mungkin terdorong untuk membantu saya jika dalam dirinya nggak ada perasaan empati, sederhananya ikut merasakan beban galon yang saya angkat seorang diri.

Beberapa hari setelahnya, saya sama Ruwaid ke minimarket beli popok dan beberapa keperluan rumah tangga, pas pulang saya kewalahan membawa popok dan kantongan belanjaan beserta anak bayi jumbo yang nggak mau jalan, saya sampai keringat ijo. Di pinggir jalan menuju rumah saya ketemu anak-anak SD yang lagi nongkrong kuda, terus saya minta tolong, saya malah sempat nawarin mau ngasih uang, dan responnya bikin saya melongo, si anak malah buang muka. Ya Allah. Akhirnya dengan penuh perjuangan saya membawa tentengan belanjaan beserta Ruwaid, alhamdulilah, kami sampai rumah dengan kondisi saya keringat ijo. hahaha.

Saya nggak bisa nyimpulin gimana-gimananya si anak sd dan si abang, barangkali mereka sedang lelah. Karena kejadian ini saya teringat beberapa peristiwa yang bikin saya miris, pernah suatu hari saat saya beli cemilah di warung depan rumah, di situ ada beberapa anak sd memukuli temannya dengan brutal, yang bikin sedih disitu ada anak-anak sd lain yang seolah nggak peduli, bodo amat, sedang anak yang dipukuli meringis menahan sakit. Saya sempat ikutan emosi membentak anak sd yang memukuli temannya karena beberapa saat setelah anak itu dipukuli guru-gurunya lewat, tapi mereka acuh. Pernah juga kejadian di mall, seorang ibu panik karena ada sindikat penculikan anak yang coba membawa anaknya pergi, nah mirisnya orang-orang disekitarnya bodo amat nggak peduli kepanikan si ibu, disitu juga ada satpam. Subhanallah, ini baru sedikit cerita, nggak terhitung, cerita anak-anak sekolahan yang dibuli oleh sekolompok anak tapi teman-temannya nggak peduli.

Saya sempat ngebayangin Ruwaid jadi anak-anak SD itu, saya tentu berharap Ruwaid mau membantu orang yang minta tolong kepadanya, atau siapa saja yang ia lihat kesusahan dan perlu dibantu. Saya tahu sifat ini nggak serta merta ada, nggak muncul dadakan kayak tahu bulat, untuk menolong orang lain jelas harus ada rasa empati dulu. Untuk memiliki rasa empati yang tinggi, nggak ada cara lain selain melatihnya sejak dini, kami orang tuanya adalah role model untuk Ruwaid dalam memilih sikap mau acuh atau peduli. Dan rumah adalah tempat segala kebiasaan lahir.

Nah ngomongin tentang empati, hal ini dibahas dalam materi komunikasi produktif bersama anak, gimana orang tua bisa mengganti kalimat menolak/mengalihkan dengan kalimat yang menunjukan empati. Hari ini saya coba praktekan.

Yang saya lakukan pertama sebagai pembukaan adalah bilang ke diri saya kalau apapun kejadian hari hari goal yang keluar dari mulut saya adalah empati. 

Pagi-pagi saya mulai dari memilih kalimat saat Ruwaid menolak diguyur saat mandi, saya tanya "Ruwaid nggak suka ya kalau umi guyur? dingin ya?" 

Berasa kayak ekting kalimatnya, haha, biasanya kalau dia nolak diguyur tetap aja saya guyur

Selanjutnya saat sikat gigi, dramanya panjang, terus saya tanya lagi "Ruwaid nggak suka ya kalau gigi atasnya disikat? sakit ya nak?".. dia mau sakit gigi tapi gigi bawahnya saja. Yang atas di kekep rapat.

Siangnya pas dia baring di lantai kepalanya meleset dari bantal, kejedug, saya tanya "bagian mana yang sakit nak?" biasanya kalimat pertama yang terucap saat keadaan begini adalah " hati-hati...."

Kalimatnya memang terdengar sederhana, namun saya jadi berpikir, ketika saya mengucapkan itu ada rasa ikut merasakan apa yang dirasakan Ruwaid, saya coba untuk tahu terlebih dauhulu apa yang dia rasakan. Saya yakin perasaan dia juga pasti beda dengan respon yang saya berikan.

Sorenya saya yang nabrak tembok karena buru-buru takut dia jatuh dari sepeda, terus saya pura-pura nangis di pojokan, Ruwaid datang mendekati saya terus bilan ma'mmma sambil nangis dia tutup mulutnya. Lalu ia menjulurkan tangan kemudian menepuk pundak saya. haha.

***

Saya berdoa semoga Ruwaid tumbuh bersama rasa empatinya yang tinggi dan gemar membantu orang lain.😊

#hari7
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

You Might Also Like

0 comments

I'm Proud Member Of