Karena Hamil Tidak Sesederhana Itu...

10:56:00 PM


Seperti kebanyakan orang, saya juga suka kepo-kepo ingin tahu si anu kok belum nikah ya, si anu kok belum hamil juga, si anu kok badannya melebar ke samping, dan banyak tanya-tanya nggak penting lainnya yang kadang terlontar begitu saja tanpa terencana, apesnya, kadang nggak disadari kalau pertanyaan nggak penting itu bikin hati orang lain patah. Kesadaran ini sungguh terlambat saya sadari. Sadarnya setelah ngerasain nggak enaknya ditanya-tanya. Sekarang saya suka sewot kalau ngobrol trus ada teman yang nanya-nanya ke teman yang sama-sama kami tahu belum dikarunia anak.

Ngomongin anak, ya Allah, semua rasa ada, senang sedih lucu marah takjub, masyaallah. Perasaan-perasaan ini secara nggak langsung menumbuhkan rasa empati ke teman-teman yang belum dikaruniai anak, ada rasa sedih tersendiri, yang barangkali jika saya diuji dengan ujian serupa hati saya nggak akan kuat.

Nah kemarin tuh pas sholat idul adha, Ruwaid jalan jauh dari shaf tempat saya sholat, antara gelisah, mulai nggak khusyu saat Ruwaid nggak kelihatan lagi dari ujung mata saya, tapi saya tetap ngelanjutin sholat. Setelah sholat saya langsung berdiri udah siap-siap mau teriak anak saya ilaang, hehe, tapi ternyata si bocah anteng banget digendongan seorang ibu paru baya. Karena kebanyakan baca berita kriminal, saya langsung curiga jangan sampai si ibu bagian dari sindikat penculikan anak. Akhirnya saya datangi si ibu dengan niatan mau ambil Ruwaid.

Terus ibunya bilang ke saya "biar beta gendong dulu, beta seng punya anak".

Saya langsung terdiam, duduk dibelakang si ibu. Saya melihat beliau memeluk Ruwaid erat, jauh dari tempat kami duduk, khatib sholat id membawakan khutbah yang membahas tentang Anak, mulai dari nabi Zakaria dan penantian beliau sampai cerita Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Ibunya nengok ke saya dan bilang kalau bapak khatib yang lagi ceramah juga nggak punya anak.

Hati saya mendadak teraduk-aduk.

Saya biarkan Ruwaid main di pangkuan si ibu, saya sempat melihat beliau menyeka air mata saat khutbah id sampai pada bagian kesungguhan Nabi Zakaria dalam berdoa meminta keturuanan. T_T

Air mata saya ikut meniti, Ya Allah....

Pertengahan khutbah id, saya pamit pada si ibu, saya mengajak Ruwaid ke pinggir lapangan. Sambil mendengarkan Khutbah, saya membiarkan Ruwaid main, saya termenung mengingat beberapa teman saya yang belum dikaruania anak.

Siangnya, keluarga kecil kami diajak ngumpul sama teman waktu kuliah, masyaallahnya, mereka ini juga belum dikaruaniai anak, pernikahan mereka sudah berjalan tujuh tahun. Lagi-lagi saya terharu melihat mereka, apalagi saat mereka menggendong Ruwaid.

Pas lagi acara kumpul-kumpul, ada senior yang bertanya ke mereka, kok belum punya anak, kayaknya belum punya anaknya karena bla bla bla, si suami menjawab dengan tegar, doakan saja kak, si istri diam, saya sewot.

Untuk beberapa orang hamil adalah perkara mudah saja, bahkan ada sebagian lagi dengan nada bercanda mengatakan 'gue kebobolan'. Nggak ada yang salah memang dari ungkapan-ungkapan itu, yang bikin saya sempat netesin air mata sambil peluk-peluk Ruwaid adalah kadang lupa bersyukur atas nikmat saya mudah saja saya memiliki anak, sedang untuk sebagian orang, hamil tidak sesederhana itu, ada perjuangan berderai air mata yang harus mereka lewati, ada kesabaran yang terus mereka kuatkan-kuatkan, ada harapan yang jatuh bangun. T_T

Pernah dalam obrolan dengan suami, suami saya bilang, kita harus mendoakan teman-teman kita yang belum dikaruaniai anak, harus didoakan dengan serius, mudah-mudahan Allah kabulkan, karena doa secara sembunyi-sembunti itu mustajab.

Dan akhirnya saya tahu sikap terbaik saat ada teman yang belum dikarunia anak, bukan lagi tanya, tapi didoakan dengan serius.

Sumber gambar: Pinterest

You Might Also Like

1 comments

I'm Proud Member Of