Ramadhan: Istiqomah sampai mati
1:03:00 PMSaya kaget sekali ketika mendapati
pesan seorang teman yang mengadukan masalah hatinya. Kekagetan saya ini lebih
pada ketidaksiapan saya untuk memberikan masukan. Saya berusaha sebisa mungkin memahami apa yang ada dalam
hatinya. Sejauh ini memahami hati orang lain masuk dalam kategori hal yang
susah. Lebih dalam lagi, hati hanya benar-benar bisa dipahami oleh pemiliknya.
Ia menuturkan kegamangannya untuk
terus-terus istiqomah dalam kebaikan. Jadilah saya menggalau. Pengakuan teman
saya ini sungguh hebat, jarang yang bisa terang-terangan seperti ini, jarang
juga yang menyadari kalau-kalau hati yang dulu sudah berpayah untuk
istiqomah telah usang.
Lumayan
lama baru saya memberikan
respon, saya merenung cukup lama, untung tidak sampai mati. Saya merasa
tidak pantas memberikan nasehat padanya. Saya bukanlah orang yang
keistiqomahannya bisa dijadikan suri tauladan, dari sisi keilmuan, ia
melampauiku jauh sekali, dari sisi pemahaman, pemahamannya pada agama
ini
sangatlah mendalam, bahkan jika ada alat pendeteksi kekacauan hati, saya
yakin
hati saya ini akan kena razia karena kekacauan yang ada dalamnya.
Ia melanjutkan cerita, katanya lagi,
“Ma saya ingin tetap aktif berdakwah”
Membaca pesan ini, entah mengapa hati
saya seperti ribut padahal tidak ada badai di sana.
Saya bingung tingkat dewa, nasehat apa
yang harus saya berikan. Dakwah untuk saya juga sudah sangat asing, menyebutnya pun saya segan. Saya
berpikir keras sebelum akhirnya saya membalas pesan yang ia kirimkan.
“Istiqomah itu pilihan, saat kita
memilih untuk istiqomah maka kita juga harus sadar dengan segala konsekuesi
yang ada di dalamnya, baik itu saat bersendirian ataupun rame-rame”
"Dakwah itu banyak jenisnya, kalau
belum bisa berdakwah seperti yang kita inginkan, yah paling minimal berdakwah
pada diri sendiri saja dulu.
Jujur, saya terpaksa mengirimkan pesan ini, masih itu tadi, saya merasa tidak pantas memberikan nasehat padanya.
Harusnya juga, saya bisa memberikan nasehat yang lebih dalam, tapi saya tidak
punya stok kata-kata yang bagus berkenaan dengan istiqomah. Barulah hari ini,
saya bisa membuat sedikit catatan berupa tips-tips agar bisa istiqomah. Ehm..
tenang saja, tips ini bukan dari saya scara saya masih sering lalai
begini. Tipsnya saya ambil dari beberapa artikel kemudian saya ceritakan ulang
dengan versi saya. Untuk saya dan kamu, Istiqomahlah sampai mati!!
Istiqomah, Kata ini sangat terkenal di
kalangan kita, banyak juga teman-teman kita yang memakai kata ini sebagai nama. Bukan tanpa
alasan, istiqamah adalah harapan setiap orang. Istiqamah umpama komitmen untuk
tetap hidup lurus, tidak meneloh ke kanan maupun ke kiri. Berat kan?, kita ini gampang
penasaran, mana sanggup untuk tidak melirik-lirik. Karena ‘berat’ nya
ini, Allah memberikan Janji untuk mereka yang bisa beristiqomah dalam agama
ini.
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian
mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu
dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.”
(QS. Fushilat: 30)
Dalam perjalanan istiqomah pasti ada kekurangan didalamnya, kesadaran ini harus kita pahami betul agar idealisme
kita dalam beristiqomah tidak membuat kita gila. Maksudnya begini,
sembari berusaha untuk bersitiqmah, kita juga harus sadar kalau kita ini tak
luput dari kesalahan. Nah, jika salah maka jangan lupa bangkit lagi. Maafkan
diri kita dan bersegeralah memohon ampun pada Allah.
“Katakanlah: “Bahwasanya aku
hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu
adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju
kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.”
(QS. Fushilat: 6).
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan,
“Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat
bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang
menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah).
Kiat Agar Tetap Istiqomah
Pertama:
Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Pemahan sederhana dari urusan ini
adalah kita yakin bahwa Hanya Allah yang berhak disembah. Keyakinan ini akan
menafikan sesembahan yang lain. Intinya, hanya Allah yang bisa. Bisa apa saja
melampaui sekat-sekat pemikiran kita yang keseringan buntu.
Kedua: Mengkaji Al Qur’an
dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an
dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada
jalan yang lurus.
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril)
menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati)
orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Kita ini, ayo kita tanya diri kita,
sudah sejauh apa usaha kita untuk menghayati Ayat-ayat Al-Qur’an.
Ketiga:
Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah
“Amalan yang paling dicintai
oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
An Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan,
itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan.
Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan
ketaatan, dzikir,
pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan
membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala.
Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar
dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja
dilakukan.
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan,
“Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah amalan
yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan
meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal
ini pada sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar.
Selain amalan yang kontinu dicintai
oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus “futur” (jenuh
untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan
muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun
ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk
beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang
penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.
Keempat:
Membaca kisah-kisah orang sholih sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam
istiqomah.
Kisah-kisah orang terdahulu sungguh
akan membuat kita banyak malu.Sebutlah kisah perjuangan Rasulullah, atau kisah
para shahabat untuk memperjuangkan agama ini sungguh tak main-main,
perjuangan mereka bukan hanya sekedar berpeluh, bahkan sampai harus
berdarah-darah. Cukuplah kisah keluarga yasir membuat kita menundukan kepaala,
atau jika belum cukup, maka kita harus merenungi lebih dalam lagi apa yang
telah dikorbankan mush’ab bin umair untuk tetap istiqomah dalam agama ini. Kita
dengan berbagai kemudahan untuk mempelajari agama ini justru banyak lalai,
orang tua tak menghalangi, keadaan juga mendukung, lalu kapan lagi hati kita
ini akan tunduk? :’(
Kelima:
Memperbanyak do’a pada Allah agar diberi keistiqomahan.
Di bagian ini, saya ingin mengajak diri
saya dan kamu, mari perbaiki mutu do’a kita. Di luar sana, sudah terlalu banyak
training tentang bagaimana harus bermualah dengan sesama manusia, sedang kepada
Rabb kita, kita mengalahkan teman yang tidak tahu diri. Hanya datang saat ada
maunya saja. Hal ini harus kita pahami betul sebelum kita banyak meminta. Kita
harus tahu bahwa do’a adalah bentuk pengagungan kita pada Allah, dan pengakuan
bahwa hanya kepada Allah kita meminta.
Temanku, hati kita ini terlalu gampang
terbolak-balik. Kita harus lebih banyak memohon agar hati kita ditetapkan
dalam ketaatan. Penghrapan ini tak main-main, sebab Rasulullah yang
taatnya luar biasapun masih senantiasa melantunkan do’a ini. Apalagi
kita.
Keenam:
Bergaul dengan orang-orang sholih.
Saya ini bukan orang sholeh, tapi
tolong jangan jauh-jauh dari saya.
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan
orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan bertemandengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau
tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal
dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati
badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak
enak.”
Semoga kita seperti bisa seperti Umar
dan Iyasy dalam bersahabat, sahabat yang menginginkan kebaikan untuk
shahabatnya. Dikisahkan, bahwa Umar bin Khattab sahabat baik Iyasy, ia tidak
bosan dan tidak hilang usaha untuk menyelamatkan sahabatnya dari kembali
mungkar.
Setelah keduanya hijrah dari Mekkah,
diutuslah seseorang kepada Iyasy, “Ibumu akan meninggal dunia! Ia tidak akan
masuk rumah dan tidak akan mandi. Ia akan terus berterik matahari sampai kau
kembali padanya.”
Iyasy yang sangat sayang dengan ibunya
langsung terenyuh, tapi Umar meneguhkannya dengan unik, “Apa yang kau
khawatirkan? Esok atau lusa pasti ia tidak suka dengan kotoran dan kutu yang
menempel di tubuhnya, maka ia akan mandi. Esok atau lusa pun ia akan merasa
penat di bawah terik, maka ia akan menuju naungan.”
Tapi Iyasy masih masih tetap pada
keputusannya, maka dengan tegas Umar berkata lagi, “Jangan pulang, Iyasy! Jika
kau pulang, kau akan berpaling dari Islam.”
Tapi bagaimana pun Umar berargumen,
Iyasy tetap ingin pulang. Maka kembali Umar berkata, “Iyasy, ini untaku.
Mudah-mudahan ia bisa mengingatkanmu sehingga bisa kembali lagi suatu hari
nanti.”
Maka pulanglah Iyasy ke keluarganya.
Dan benarlah. Ia disiksa oleh keluarganya. Dipaksa ingkar. Dan nyaris saja!
Nyaris saja ia berpaling dari Islam. Tapi unta Umar menjadi kenangan dan
pengingat baginya.
Tidak ada maksud untuk menyamakan diri
dengan dua shahabat mulia ini, siapalah saya ini. tapi, semoga tulisan ini bisa
menjadi pengingat saat kita kembali ‘lesu’. Terakhir, keistiqmahan itu harus
dipaksakan, butuh banyak jerih payah. Bukan karena tidak ikhlas tapi
kecenderungan hati kita ini suka bermalas-malasan. Keep Istiqomah Till the
end.
Selamat menantikan Ramadhan ya,
Ramadhan adalah momen yang baik untuk melatih seberapa tangguh keistiqmahan
sebelum berkiprah mengarungi pahit manis kehidupan di sebelas bulan
setelahnya..hehe.Lebay ya. Cinta kadang-kadang harus lebay..
Allahumma balighna Ramadhan..
Sumber bacaan: Muslim.or.id
Sumber bacaan: Muslim.or.id
21 Sya’ban 1434 H
2 comments
Meminta kekuatan pada Allah menurut saya merupakan bagian terpenting dr menjaga keisriqomahan.
ReplyDeleteSemoha Allah senantiasa meneguhkan kita ya mba :)
Banyak hal yang bisa membuat kita berubah, tapi istiqomah itu selalu indah. Banyak hal yang bisa membuat kita berubah, dan istiqomah itu tak selalu mudah.. Semoga Sahabatnya bisa semangat kembali.
ReplyDelete