Waktu ke tanah suci di awal tahun 2013 lalu, perasaan saya belum seperti sekarang. Dulu saya belum paham maksud teman saya saat bercerita tentang perjalanannya ke sana. Katanya "setelah ke sana kamu akan selalu merasa ketinggalan dompet, dibuat rindu terus menerus, dan akhirnya kamu akan berusaha agar bisa kembali lagi".
Dan sebentar lagi Dzulhijjah. Ada rupa-rupa cerita cara Allah memanggil hambaNya untuk datang ke rumahNya. Cerita yang datang bukan lagi sebanyak apa rupiah yang terkumpul, karena pada kenyataannya ada yang diberi harta berlimpah namun jiwanya tak terpanggil.
Dzulhijjah memang selalu punya cerita, Ada orang-orang selama bertahun mengumpulkan rupiah demi rupiah, tahun demi tahun berganti, dzulhijjah berlalu dengan banyak ceritanya, sampai pada suatu hari ia bertolak ke tanah suci setelah menabung, 30, 40, bahkan sampai 70 tahun. Profesi mereka bukanlah profesi yang banyak dikejar, tukang becak, penjual gorengan, buruh tani, Masyaallah. Tapi Allah mampukan mereka.
Jika mendengar cerita mereka yang berjuang ke tanah suci, saya semakin yakin jika kita jujur kepada Allah, entah kapan, suatu hari dengan izinNya kita akan menghirup udara di tanah yang banyak orang merindu.
Beberapa hari yang lalu saya teringat kisah orang tua miskin di sebuah desa di Ghana, selama bertahun ia menyimpan harap untuk bisa berhaji. Sampai pada suatu hari, drone seorang jurnalis jatuh di atap rumahnya. Ia kemudian mengambil drone itu, dan mangatakan bisakan besawat kecil ini menjadi besar dan membawaku ke tanah suci? T_T
Singkat cerita jurnalis itu membuat tweet dan membuat pemierntah Turki terkesan. Pemerintah Turki kemudian memberangkatkan orang tua tersebut dengan menanggung seluruh biaya hajinya.
Masyaallah.
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu."
(QS. Ghafir: 60)
Assalamu'alaykum... Apa kabar apa kabar? semoga baik ya 😇
Setelah sekian lama nggak nulis panjang-panjang di blog, malam ini saya mau cerita panjang tentang kegalauanku, hehe, tentang Makkah dan Madinah yang selalu ngangenin. Tentang saya yang nggak bisa move on dari cerita tanah suci sampai-sampai waktu sholat di hapeku masih pakai waktu sholat di tanah suci. Sampai sekarang saya masih suka nyocok nyocokin waktu di sini dan di Tanah suci. Dan saya masih Selalu membayangkan berada di sudut-sudut indah dua masjid yang pesonanya tidak habis-habis itu. Masyaallah, anehnya, tanah suci tuh semakin dibahas, rindunya bukannya reda malah makin jadi.
Setelah pulang umrah setahun yang lalu, saya mengajak suami untuk membuka rekening haji. Untuk saya pribadi ini udah telah banget, dan sempat nyesal juga kenapa waktu masih kerja nggak pernah kepikiran untuk membuka rekening haji. Sempat mikir juga antrian haji yang panjangnya udah kayak ular tangga, tapi ntah bagaimana caranya, yang penting dimulai aja dulu.
Setelah membuka rekening haji, kebingungan berikutnya adalah rekeningnya mau diisi apa, Saya nggak berpenghasilan tetap, sedang gaji suami saya hampir seluruhnya teralokasi untuk kebutuhan kami sehari-hari.
Oh iya sebelum tulisannya panjang banget, jadi tips ini khusus untuk ibu rumah tangga biasa sepertiku, yang biasa banget banget, hehe.
Jangan tanya gimana itung-itungan saya ya, hehe, hampir tiap malam ngitung uang celengan. Saya buat-buat formulaku sendiri mau nabung berapa biar bisa sesegera mungkin bisa ngumpulin 25 juta, info terakhir yang saya dapat untuk dapat kursi haji harus menyetorkan dana kurang lebih 25 jutaan.
Saya buat beberapa langkah-langkah dan hitung-hitungan agar bisa nabung haji, sekali lagi ini versi ibu rumah tangga biasa sepertiku (bukan ibu-ibu yang biasa bikin status omzet jualan berjuta juta di media sosial)
Pertama: Segera buka rekening Haji (yang digembok mati, nggak bisa diambil-ambil, hehe)
Ini adalah satu pembuktian dari keseriusan untuk beribadah haji. Saya buka rekening tabungan haji di bank muamalat. Setoran pertamaku 500 ribu yang saya ambil dari celenganku sehari-hari.
Kedua: Tentukan waktu kapan ingin mendaftar Haji
Sebenarnya tips kedua ini agak kepedean untukku, mengingat saya tidak berpenghasilan tetap, tapi menentukan kapan mendaftar haji memotivasi untuk menabung. Dengan semua perhitungannku yang panjang kali panjang, saya berencana untuk mendaftar haji empat tahun lagi (sebelum anak masuk sekolah), waktu empat tahun ini saya tentukan dari kemampuan saya mengumpulkan dana haji sebanyak 25 juta per orang.
Hitung-hitungannya adalah...
Saya harus nabung 20 ribu perhari agar bisa mengumpulkan 25 jutaan dalam waktu 4 tahun. Waa lama ya, tapi dimulai aja dulu, rejeki nggak ada yang tahu, siapa tahu aja ada rejeki bisa haji nggak pakai antri. Aamiin.
Ketiga: Disiplin menabung
Mau curhat dulu, eh ternyata nggak gampang nabung 20 ribu perhari, 😅😂 selalu kepotong buat beli macam-macam, kalau udah ketemu tukang sayur 20 ribunya langsung disetorin. Udah diniatin aja masih berasa berat, apalagi nggak diniatin.
Salah satu inspirasi saya saat ngomongin tabungan adalah kisah-kisah haru orang-orang dengan ekonomi lemah yang bisa berhaji setelah nabung puluhan tahun. Kalau ingat mereka saya kembali semangat lagi, jadi ingat Allah dan agamaNya sangat mengapresiasi proses, saya yakin semakin 'berat' prosesnya, rasa hajinya juga akan makin nikmat.
Tips nabung yang sudah lakukan adalah punya tempat khusus untuk ngumpulin uang koin, pecahan dua ribu yang biasanya gampang banget dikeluarin untuk jajan jadi berharga banget untuk dipakai jajan sembarangan, rajin masak, kemana-mana bawa minum biar nggak beli air minum, saat ingin keluar rumah biasanya makan yang kenyang dari rumah, rajin nyatat pengeluaran, dan masih banyak lagi. hehe
Yang nggak boleh ketinggalan adalah celengan khusus untuk tabungan haji. Setiap bulan uang yang sudah dikumpulkan bisa disetorkan ke bank.
Keempat: Hemat
Ngebahas tabungan pasti nggak jauh-jauh dari menghemat. Diangkat dari kisah nyata cash flow rumah tangga yang selalu jatuh jatuh jatuh bangun. Saya mulai menyusun pos pos penghematan yang bisa saya lakukan, intinya mikir gimana biar dalam sehari bisa nyimpan uang 20 ribu. Dimulai dari belanja bulanan dengan perhitungan yang alot, saya tuh sampai hafal harga-harga barang kebutuhan rumah tangga, jadi saat belanja dengan sendirinya bisa bandingin harga-harga, hematnya termaksud pemakaian sabun mandi, dituangnya dikit aja ya. 😂😂😂😂
Dan selalu jaga kesehatan biar nggak ke dokter atau ke rs.
Kelima: Cari penghasilan tambahan
Ada banyak sebenarnya di zaman sekarang ini, tapi saya selalu memilih main-main sama anak saya. Karena udah ngerasain gimana syahdunya menghemat, saya kemudian kepikiran mencari penghasilan tambahan.
Kebingungan pertama adalah mau ngapain, tapi ntah dari mana datangnya, saya tiba-tiba kepikiran mau jualan onlinemukena, dan alhamdulillah saya kenalan sama produsen mukena yang baik hati. Alhamdulillah, dari jualan mukena ini mulai bisa nabung dikit-dikit.
Dari jualan mukena ini targetnya saya untuk dapat 20 ribu cukup jual 1 mukena perhari, itupun dengan bisa jual satu mukena perhari saya udah bisa dapat slot dua hari untuk tabungan. Saya mulai jualan di shope dan instagram, sampai hari ini saya sudah punya 11 akun instagram yang jual macem-macem, sebenarnya ini cara saya ngumpulin 20 ribu. Alhamdulillah bisa.
Cara ini bisa dicoba jika ternyata menghemat lebih berat dari menanggung rindu 😅. Dan 20 ribu itu insyaallah bisa kita usahakan agar mimpi ke tanah suci bisa menjadi nyata.
Keenam: Lakukan banyak amal sholeh
Tips ini sebenarnya adalah bagian dari doa saya biar bisa lebih shalihah, aamiin. Jangan lupakan doa, karena ke tanah suci bukan hanya soal punya uang apa enggak, tapi karena Allah mampukan.
Keenam: Lakukan banyak amal sholeh
Tips ini sebenarnya adalah bagian dari doa saya biar bisa lebih shalihah, aamiin. Jangan lupakan doa, karena ke tanah suci bukan hanya soal punya uang apa enggak, tapi karena Allah mampukan.
Berangkat dari pengalaman umrah dua kali dengan keuangan yang selalu pas-pasan, saya percaya Allah menyimpan setiap kerinduan yang kita punya pada Tanah SuciNya. Sempat kepikiran kalau baru daftar 4 tahun lagi umur saya udah 36 tahun, antri 20 tahun, berangkatnya nanti umur 60 an, nggak apa-apa, biar rindunya makin banyak. Mudahkan ya Allah.
Bismillah.
Salah satu hal yang kusyukuri saat membaca buku ini adalah beberapa hari sebelumnya saya sudah menamatkan buku sirah perjalanan hidup para shahabat. Mungkin kalau nggak begitu, kekaguman saya akan beda. Masyaallah, sepanjang membaca buku ini bayangan saya adalah Rasulullah dan para shahabat dari beratus-ratus tahun yang lalu sudah menerapkan pola hidup 'minimalis' dengan barang-barang yang amat sedikit.
Dibeberapa kisah ada yang minimalisnya sampai ekstrim banget, hanya punya satu lembar pakaian, dan kisah ini datang dari salah seorang gubernur di zaman pemerintahan sahabat yang mulia Umar Radhiayallahu anhu, masyaallah. Saya sempat bilang pada suami saya, barangkali penulis buku ini bisa masuk islam kalau tahu kisah-kisah generasi terbaik umat ini dan cara mereka melihat dunia. hehe
Ehm, kesenangan yang lain adalah tentang buku ini sendiri, bukunya sangat bagus sekali, diluar kontrovesri yang ada tentang pola hidup minimalis dan buku Marie Kondo, harus kuakui mereka mengubah sebagian hidup saya dalam melihat sesuatu, terutama apa yang saya miliki dan rasa cukup, saya harus bilang bahwa perasaan cukup pada apa yang kita punya sangat melegakan dan menenangkan. Ada rasa puas tersendiri saat menyadari bahwa semua yang saya butuhkan sudah saya miliki, saya tidak kekurangan sesuatu pun.
Buku ini menjadi buku pertama yang saya baca tahun ini, saya membacanya dengan suka cita hampir seminggu penuh, walaupun saya belum menjadi seorang minimalis, tapi dari dua tahun yang lalu, memiliki sedikit saja barang sudah menjadi salah satu cita-cita besar dalam hidup saya. Buku ini membantu saya mewujudkan mimpi itu. Bukunya sangat enak dibaca, bahasanya ringan tapi bikin ngangguk-ngangguk setuju, hehe
Tadinya saya pikir, mungkin sebagian orang berpikir sama denganku, bahwa minimalis itu barangnya harus sedikit, tapi ada cara pandang berbeda yang saya dapat dari buku ini, bahwasanya seorang minimalis adalah orang yang mengetahui apa yang benar-benar penting baginya, orang yang mengurangi barang supaya bisa fokus pada yang pokok. Hal yang penting berbeda untuk masing-masing orang, ... bila memiliki banyak barang memberikan makna dan tujuan bagi orang itu, tidak ada kebutuhan untuk mereka membuang apapun. Minimalisme adalah cara mencapai suatu tujuan.
Nah, si penulis buku untuk mencapai 'tujuannya' berusaha untuk berpisah dari barang-barang yang menurutnya tidak ia butuhkan dalam hidupnya, ia memberikan 55 kiat + 15 kiat tambahan untuk berpisah dari barang yang ia ambil dari pengalamannya.
Setelah memberikan kiat-kiat berpisah dari barang, penulis menuliskan 12 hal yang berubah dari dirinya sejak berpisah dari barang-barang yang ia punya. Bagian ini bikin saya setuju 100 persen, padahal baru membayangkan melakukan hal serupa tapi saya rasa, sayapun akan berubah demikian saat hanya memiliki sedikit barang. Diantara perubahan yang penulis rasakan adalah ia lebih punya banyak waktu, lebih menikmati hidup, kebebasannya jadi bertambah, ia tak lagi membandingkan diri dengan orang lain, ia berhenti mencemaskan cara pandang orang lain tentang dirinya, fokus menjadi lebih baik dan berkonsentrasi jadi diri sendiri, lebih hemat dan peduli lingkungan, hubungan antarpribadi jadi lebih bermakna, dapat menikmati momen yang tengah berlangsung, merasakan syukur yang sebenarnya, dan merasa bahagia.
Masyaallah, saat sampai bagian akhir dari buku ini, ingatan saya kembali lagi pada para shahabat Rasulullah, pada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam, bisa jadi apa yang dirasakan penulis buku ini saat berpisah dari barang-barangnya, sudah mereka rasakan beratus tahun lalu, maka tidak aneh jika mereka hanya memiliki sedikit saja barang-barang, dengan pakaian yang itu-itu saja, sedang sedekah mereka 'gila-gilaan', pada yang mereka lakukan itu mereka menemukan kebahagian yang sebenar-benarnya, masyaallah.
Buku ini menurutku sangat bagus untuk dibaca, apalagi dizaman sekarang ini dengan daya komsusi yang luar biasa hebat. Oh iya, Terima kasih pada kaka siti yang sudah membelikan buku ini, Sekian review rasa curhat dari saya. hehe
Salah satu hal yang bikin saya takjub sekaligus gemas saat beresin mainan anak adalah si anak seperti punya ikatan batin sama mainannya yang acak-acakan, dia bisa bangkit dari tidurnya saat melihat mainannya rapi, bangkit untuk sekedar mindahin posisi mainan yang udah rapi, kadang juga bangkitnya cuma nuangin mainannya ke lantai terus balik bobo lagi😂
Sudah tiga bulan terakhir ini, saya berusaha menikmati momen beres-beres mainan, caranya dengan mensugesti diri bahwa nanti akan ada hari-hari saya kangen sama kegiatan seperti ini, cara lainnya, saya coba mengubah cara saya beres-beres, yang tadinya mainannya saya simpan disatu keranjang yang sekali tuang langsung bikin saya mumet, sekarang mainannya saya pisah per kategori / jenis.
Kira-kira begini kondisi mainan Ruwaid, mainannya nggak terlalu banyak, hampir seluruhnya adalah mainan murah (mainan dari plastik, ngga pake batre) yang saya beli di pasar. Ada beberapa mainannya yang saya beli di abang-abang yang jualan di depan SD. Dan tahukah bahagia di matanya dia selalu sama saja setiap ada mainan baru ntah itu murah atau murah banget, bahagianya sama dengan bahagia yang dia rasain saat pertama kali ngelihat tower pink yang saya beli mahal itu😅. Sekarang si tower pink yang merupakan mainan paling mahal yang dia punya malah dianggurin, dijadikan pijakan pas mau manjat manjat, sesekali dibuang lewat jendela. Kesimpulannya, untuk ngebahagiain si bocah ternyata nggak harus mahal-mahal, terus kenyataan yang harus disadari, saat dia punya mainan baru, mainan lamanya dilupain begitu saja. 😂
Untuk kiat rapi-rapi.
1. Semua mainan dipisahin sesuai jenisnya dengan menggunakan toples dan kotak plastik
Untuk toplesnya saya pake toples bekas sosis so nice, untuk kotak plastiknya saya beli dipasar. Ini pas banget untuk mainan yang kecil-kecil, selain mengurangi kekacauan, mainannya juga nggak ilang-ilangan. Karena plastik jadi nggak gampang rusak, walaupun dibanting, dilempar atau diinjak.
Berasa banget bedanya saat masih disimpan di satu keranjang, sekarang walaupun masih sering berantakan tapi lebih gampang dirapiin, Ruwaid juga bisa milih mau mainin yang mana tinggal ambil toples atau kotak plastiknya. Tadinya mau nerapin aturan ambil toples atau kotak mainannya diambil satu-satu biar nggak kacau, tapi si bocah ogah, dia maunya mainih sesukannya dia aja. Selain toples, saya juga pakai galon air zam-zam untuk tempot tempat lego pipa.
Lumayan lebih rapi. Intinya setiap mainan punya rumahnya sendiri
2. Kerajang Mainan
Ada tiga keranjang mainan di rumah kami, satu keranjang kecil bentuk kotak, Ini untuk nyimpan mainan yang ukurannya lebih besar, seperti mobil-mobilan. Sengaja pake keranjang karena bentuk mobil-mobilan sebagian kayak kotak jadi gampang disusun-susun. Ada juga keranjang kecil buat tempat mainan masak-masak.
Keranjang satunya lagi model keranjang sampah, ini memang dulu dibelinya untuk tempat sampah tapi beralih fungsi jadi tempat mainan. Kerangjang ini dipakai untuk nyimpan bola besar.
3. Box besar untuk mainan yang jumlahnya banyak dan sama jenisnya, sepeti bola-bola kecil dan pin boling
Kadang isi box ini dikeluarin semua, kadang juga dijadiin mobil-mobilan, paling sering mau dijadiin rumah-rumahan, dia maksa mau tiduran di dalam box.😄
Kadang isi box ini dikeluarin semua, kadang juga dijadiin mobil-mobilan, paling sering mau dijadiin rumah-rumahan, dia maksa mau tiduran di dalam box.😄
4. Meja tempat main
Ini dia daerahnya Ruwaid, main, atraksi lompat-lompat, gambar, belajar, baca buku, nonton, berantakin mainan, semuanya disini.😄
Area ini jadi teritorilnya.
Meja ini adalah meja anak sekolahan yang udah dibuang-buang di sekolah depan rumah kami, tinggal minta ke penjaga sekolah, kaki mejanya digergaji jadi pendek, maka jadilah Ruwaid punya meja belajar. hehe. Mainan yang gak masuk toples atau kotak mainan di simpan diatas meja jadi mudah untuk dimainin. Meja ini juga jadi tempat kami main bareng, dia main, saya nyelesiin tugas yang berhubungan dengan laptop.
5. Sediain Lem Korea
😄
Ini sangat membantu kelangsungan hidup mainannya Ruwaid yang rawan kena penyiksaan. Setiap ada yang pecah, atau kebuka kaitan sama lemannya, langsung saya ambil lem korea. Sangat membantu sampai saat ini, jadi lebih rapi dan utuh mainannya.
Untuk sementara ini itu saja kiat rapi-rapi dari kami, sebenarnya masih sering banget berantakan tapi dikit-dikit diusahain rapi, biar Ruwaid terkondisikan. Nah sekarang Ruwaid kalau diajak beresin mainannya udah pintar banget bilang 'nggak mau'. 😂😂😂
Bismillah. Alhamdulillah, sudah hari ke lima di tahun 2019. Semoga tahun ini lebih baik. Aamiin.
Sebagai tulisan pembuka di tahun ini, saya mengambil quote dari salah satu ulama yang quote-quotenya tuh sampai saat ini selalu berhasil membuat hati bergetar, Beliau Hasan al-Bashri rohimahullahu ta’ala, “Dahulu para sahabat, tabi’in yang senior-senior, kalau salah seorang dari mereka menuntut ilmu, tidak nunggu berapa lama hingga dari kekhusyu’anya, pola kehidupannya, lisannya, pengelihatanya berubah tambah baik.” (HR. al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman)
Saya mendengar quote ini saat menonton kajian Tadzkiratus Saami pertemuan ke 18, pembahasan selanjutnya yang dibawakan ustadz benar-benar bikin hati terpukul, sedih!
Apalagi saat penjelasannya ustadz seolah-olah nanya selama ini pelajaran yang sudah di dapat, kajian yang sudah diikuti, pencapaian-pencapaian, adakah semua itu bikin berubah baik dan tambah shaleh? atau hanya sekedar bikin pintar atau tambah kaya tapi nggak nambah apa-apa di hati? :'(
Pembahasan pada pertemuan ke 18 ini mengajak saya untuk melihat lagi selama ini setelah belajar ini itu, tahu berbagai informasi, ada nggak sih yang berubah dari diri saya, atau gitu-gitu aja. Dan perubahan itu tentu nggak akan bikin bahagia kalau nggak bikin tambah dekat sama Allah, nggak bikin tambah bertakwa. T_T
Ya Allah anugrahkan kepada kami ilmu yang bermanfaat, ilmu yang berbuah amal shaleh. Aamiin :'(
Sebagai tulisan pembuka di tahun ini, saya mengambil quote dari salah satu ulama yang quote-quotenya tuh sampai saat ini selalu berhasil membuat hati bergetar, Beliau Hasan al-Bashri rohimahullahu ta’ala, “Dahulu para sahabat, tabi’in yang senior-senior, kalau salah seorang dari mereka menuntut ilmu, tidak nunggu berapa lama hingga dari kekhusyu’anya, pola kehidupannya, lisannya, pengelihatanya berubah tambah baik.” (HR. al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman)
Saya mendengar quote ini saat menonton kajian Tadzkiratus Saami pertemuan ke 18, pembahasan selanjutnya yang dibawakan ustadz benar-benar bikin hati terpukul, sedih!
Apalagi saat penjelasannya ustadz seolah-olah nanya selama ini pelajaran yang sudah di dapat, kajian yang sudah diikuti, pencapaian-pencapaian, adakah semua itu bikin berubah baik dan tambah shaleh? atau hanya sekedar bikin pintar atau tambah kaya tapi nggak nambah apa-apa di hati? :'(
Pembahasan pada pertemuan ke 18 ini mengajak saya untuk melihat lagi selama ini setelah belajar ini itu, tahu berbagai informasi, ada nggak sih yang berubah dari diri saya, atau gitu-gitu aja. Dan perubahan itu tentu nggak akan bikin bahagia kalau nggak bikin tambah dekat sama Allah, nggak bikin tambah bertakwa. T_T
Ya Allah anugrahkan kepada kami ilmu yang bermanfaat, ilmu yang berbuah amal shaleh. Aamiin :'(
Sumber gambar: https://pintuilmuyoga.wordpress.com/