Ramadhan 624 M
10:39:00 AMBismillah. Setelah hijrah yang begitu mengiris perasaan,
Perjuangan kaum muslimin untuk menegakkan kalimat tauhid diperhadapkan dengan
peristiwa besar yang Allah namakan hari terjadinya dengan Yaum Al Furqan
(hari pembeda). Sebab, pada hari itu Allah membedakan yang haq dan bathil,
dengan menolong Rasul-Nya dan kaum beriman, menghinakan orang-orang kafir dan
musyrikin.
Ramadhan 624 M bukan hanya peristiwa besar yang kemudian
dimenangkan oleh kaum muslimin, jauh dari itu, Ramadhan 624 M adalah pembuktian janji Allah dan Rasul-Nya.
Kisah di mulai ketika terdengar kabar di kalangan kaum
muslimin Madinah bahwa Abu Sufyan beserta kafilah dagangnya, hendak berangkat
pulang dari Syam menuju Mekkah. Jalan mudah dan terdekat untuk perjalanan Syam
menuju Mekkah harus melewati Madinah. Kesempatan berharga ini dimanfaatkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat untuk merampas
barang dagangan mereka. Harta mereka menjadi halal bagi kaum muslimin. Mengapa
demikian? Bukankah harta dan darah orang kafir yang tidak bersalah itu haram
hukumnya?
Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan harta Orang kafir
Quraisy tersebut halal bagi para shahabat:
- Orang-orang kafir Quraisy statusnya adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang secara terang-terangan memerangi kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari tanah kelahiran mereka di Mekah, dan melarang kaum muslimin untuk memanfaatkan harta mereka sendiri.
- Tidak ada perjanjian damai antara kaum muslimin dan orang kafir Quraisy yang memerangi kaum muslimin.
Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali
harta yang telah mereka tinggal dan merampas harta orang musyrik.
Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berangkat bersama tiga ratus sekian belas shahabat. Para ahli sejarah berbeda
pendapat dalam menentukan jumlah pasukan kaum muslimin di perang badar. Ada
yang mengatakan 313, 317, dan beberapa pendapat lainnya.
Di antara tiga ratus belasan pasukan itu, ada dua penunggang
kuda dan 70 onta yang mereka tunggangi bergantian. 70 orang di kalangan
Muhajirin dan sisanya dari Anshar.
Sementara di pihak lain, orang kafir Quraisy ketika
mendengar kabar bahwa kafilah dagang Abu Sufyan meminta bantuan, dengan
sekonyong-konyong mereka menyiapkan kekuatan mereka sebanyak 1000 personil, 600
baju besi, 100 kuda, dan 700 onta serta dengan persenjataan lengkap. Berangkat
dengan penuh kesombongan dan pamer kekuatan di bawah pimpinan Abu Jahal.
Allah Berkehendak Lain
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para
shahabat keluar dari Madinah dengan harapan dapat menghadang kafilah dagang Abu
Sufyan. Merampas harta mereka sebagai ganti rugi terhadap harta yang
ditinggalkan kaum muhajirin di Makah. Meskipun demikian, mereka merasa cemas
bisa jadi yang mereka temui justru pasukan perang. Oleh karena itu, persenjataan
yang dibawa para shahabat tidaklah selengkap persenjataan ketika perang. Namun,
Allah berkehendak lain. Allah mentakdirkan agar pasukan tauhid
yang kecil ini bertemu dengan pasukan kesyirikan. Allah hendak menunjukkan
kehebatan agamanya, merendahkan kesyirikan. Allah gambarkan kisah mereka dalam
firmanNya:
“Dan
(ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua
golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang
tidak mempunyai kekekuatan senjata-lah yang untukmu (kamu hadapi, pent. Yaitu
kafilah dagang), dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan
ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir.”
(Qs. Al Anfal: 7)
Demikianlah gambaran orang shaleh. Harapan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para shahabat tidak terwujud. Mereka menginginkan
harta kafilah dagang, tetapi yang mereka dapatkan justru pasukan siap perang.
Kenyataan ini memberikan pelajaran penting dalam masalah aqidah
bahwa tidak semua yang dikehendaki orang shaleh selalu dikabulkan oleh Allah.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang mampu mengendalikan
keinginan Allah.
Keangkuhan Pasukan Iblis
Ketika Abu Sufyan berhasil meloloskan diri dari kejaran
pasukan kaum muslimin, dia langsung mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah
tentang kabar dirinya dan meminta agar pasukan Mekkah kembali pulang. Namun,
dengan sombongnya, gembong komplotan pasukan kesyirikan enggan menerima tawaran
ini. Dia justru mengatakan,
“Demi Allah, kita tidak akan kembali sampai kita tiba di
Badar. Kita akan tinggal di sana tiga hari, menyembelih onta, pesta makan,
minum khamr, mendengarkan dendang lagu biduwanita sampai masyarakat jazirah
arab mengetahui kita dan senantiasa takut kepada kita…”
Keangkuhan mereka ini Allah gambarkan dalam FirmanNya,
“Dan
janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan
rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang)
dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan…”
(Qs. Al-Anfal: 47)
Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu di
bawah pengaturan Allah, karena ditutupi dengan kesombongan mereka. Mereka tidak
sadar bahwa Allah kuasa membalik keadaan mereka. Itulah gambaran pasukan setan,
sangat jauh dari kerendahan hati dan tawakal kepada Yang Kuasa.
Kesetiaan yang Tiada Tandingnya
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa
yakin bahwa yang nantinya akan ditemui adalah pasukan perang dan bukan kafilah
dagang, beliau mulai cemas dan khawatir terhadap keteguhan dan semangat
shahabat. Beliau sadar bahwa pasukan yang akan beliau hadapi kekuatannya jauh
lebih besar dari pada kekuatan pasukan yanng beliau pimpin. Oleh karena itu,
tidak heran jika ada sebagian shahabat yang merasa berat dengan keberangkatan
pasukan menuju Badar. Allah gambarkan kondisi mereka dalam firmanNya,
“Sebagaimana
Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya
sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.”
(Qs. Al Anfal: 5)
Sementara itu, para komandan pasukan
Muhajirin, seperti Abu Bakr dan Umar bin Al Khattab sama sekali tidak
mengendor, dan lebih baik maju terus. Beliau berkata, ”Wahai sekalian orang,
berikanlah pendapat kepadaku!” Abu Bakar pun berdiri. Kemudian ia berbicara dan
memberikan masukan yang baik kemudian. Kemudian ‘Umar berdiri lalu berbicara
dan memberikan masukan yang baik. Kemudian Miqdad bin ‘Amr bangkit seraya berkata:
”Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami benar-benar telah beriman kepadamu. Maka
laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu dan kami akan
bersamamu.Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang
telah dikatakan oleh para pengikut Musa kepadanya, ’Pergilah engkau bersama
Tuhanmu! Dan berperanglah kalian berdua. Kami akan duduk menunggu di
sini.’ Namun kami akan mengatakan, ’pergilah engkau bersama Tuhanmu dan
berperanglah kalian berdua. Sesungguhnya kami akan berperang bersama kalian.’
Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau pergi
bersama kami ke wilayah Barkil Ghimaad (di ujung Yaman), niscaya kami akan
berperang bersamamu menghadapi orang yang menghalangimu hingga engkau sampai ke
sana.”
Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam. berkata kepadanya dengan perkataan yang baik serta mendoakannya.
Kemudian beliau kembali meminta, ”Wahai sekalian orang, berikanlah masukan
kepadaku!” seakan-akan beliau memintanya dari kalangan Anshor. Ia ingin mendengar pendapat mereka tentang apa yang
sedang dihadapainya saat itu.
Sa’d bin Mu’adz
berdiri dan berkata, ”Demi Allah, wahai Rasulullah, sepertinya engkau
menginginkan kami?” Rasulullah saw. menjawab, ”Tepat.” Sa’d berkata, ”Kami
benar-benar telah beriman kepadamu, kami membenarkanmu dan bersaksi bahwa
engkau membawa kebenaran. Kami berikan untuk
semua itu janji dan kesetiaan kami untuk mendengar dan taat. Maka laksanakanlah
apa yang engkau mau. Dan kami akan bersamamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu
dengan kebenaran, seandainya saja di hadapan kami terdapat lautan, niscaya kami
akan menyelaminya bersamamu. Tak seorang pun dari kami yang akan tinggal. Kami
tidak enggan untuk bertemu musuh esok hari. Kami adalah kaum yang sabar dalam
berperang dan menetapi ketika bertemu musuh. Semoga Allah memperlihatkan
kepadamu dari kami apa yang dapat menenangkan pandanganmu. Maka pergilah dengan
penuh keberkahan dari Allah!”
Rasulullah pun merasa gembira. Lalu beliau berkata, ”Pergilah kalian dengan penuh keberkahan dari Allah dan berbahagialah karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari kedua rombongan tersebut. Demi Allah, seakan-akan sekarang aku sedang melihat kematian mereka.”
Rasulullah memohon kepada Allah
Pada malam itu, malam jum’at 17 Ramadhan
2 H, Nabi Allah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak
mendirikan shalat
di dekat pepohonan. Sementara Allah menurunkan rasa kantuk kepada kaum muslimin
sebagai penenang bagi mereka agar bisa beristirahat. Sedangkan kaum musyrikin
di pihak lain dalam keadaan cemas. Allah menurunkan rasa takut kepada mereka.
Adapun Beliau senantiasa memanjatkan do’a kepada Allah. Memohon pertolongan dan
bantuan dari-Nya. Di antara do’a yang dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berulang-ulang adalah:
“…Ya
Allah, jika Engkau berkehendak (orang kafir menang), Engkau tidak akan
disembah. Ya Allah, jika pasukan yang kecil ini Engkau binasakan pada hari ini,
Engkau tidak akan disembah…..”
Begitu mendalam do’a yang Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengulang-ulang do’a ini sampai selendang beliau tarjatuh karena
lamanya berdo’a, kemudian datanglah Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu
memakaikan selendang beliau yang terjatuh sambil memeluk beliau… “Cukuplah
bagi engkau wahai Rasulullah untuk terus-menerus memohon kepada Rabb engkau”
Tentang kisah ini, diabadikan Allah dalam FirmanNya :
“Ingatlah),
ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu,
maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku
jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala
mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian
itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan
barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
siksaan-Nya.”
(Qs. Al Anfal: 12-13)
Seusai beliau menyiapkan barisan pasukan shahabatnya,
kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan di tempat
pertempuran dua pasukan. Kemudian beliau berisyarat, “Ini tempat terbunuhnya
fulan, itu tempat matinya fulan, sana tempat terbunuhnya fulan….”
Tidak satupun orang kafir yang beliau sebut namanya, kecuali
meninggal tepat di tempat yang diisyaratkan beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Bara Peperangan Mulai Menyala
Yang pertama kali menyulut peperangan adalah Al Aswad Al
Makhzumi, seorang yang berperangai kasar dan akhlaknya buruk. Dia keluar dari
barisan orang kafir sambil menantang. Kedatangannya langsung disambut oleh
Hamzah bin Abdul Muthallib radhiyallahu ‘anhu. Setelah saling
berhadapan, Hamzah radhiyallahu ‘anhu langsung menyabet pedangnya hingga
kaki Al Aswad Al Makhzumi putus. Setelah itu, Al Aswad merangkak ke kolam dan
tercebur di dalamnya. Kemudian Hamzah menyabetkan sekali lagi ketika dia berada
di dalam kolam. Inilah korban Badar pertama kali yang menyulut peperangan.
Selanjutnya, muncul tiga penunggang kuda handal dari kaum
Musyrikin. Ketiganya berasal dari satu keluarga. Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah,
dan anaknya Al Walid bin Utbah. Kedatangan mereka ditanggapi 3 pemuda Anshar, yaitu
Auf bin Harits, Mu’awwidz bin Harits, dan Abdullah bin Rawahah. Namun, ketiga
orang kafir tersebut menolak adu tanding dengan tiga orang Anshar dan mereka
meminta orang terpandang di kalangan Muhajirin. Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin Harits untuk
maju. Ubaidah berhadapan dengan Al Walid, Ali berhadapan dengan Syaibah, dan
Hamzah berhadapan dengan Utbah. Bagi Ali dan Hamzah, menghadapi musuhnya tidak
ada kesulitan. Lain halnya dengan Ubaidah. Masing-masing saling melancarkan
serangan, hingga masing-masing terluka. Kemudian lawan Ubaidah dibunuh oleh Ali
radhiyallahu ‘anhu. Atas peritiwa ini, Allah abadikan dalam firmanNya,
“Inilah
dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka
saling bertengkar mengenai Rabb mereka (Allah)…”
(Qs. Al Hajj: 19)
Selanjutnya, bertemulah dua pasukan. Pertempuran-pun terjadi
antara pembela Tauhid dan pembela syirik. Mereka berperang karena perbedaan prinsip
beragama, bukan karena rebutan dunia. Sementara itu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berada di tenda beliau, memberikan komando terhadap
pasukan. Abu Bakar dan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhuma bertugas menjaga
beliau. Tidak pernah putus, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
senantiasa melantunkan do’a dan memohon bantuan dan pertolongan kepada Allah.
Terkadang beliau keluar tenda dan mengatakan, “Pasukan (Quraisy) akan
dikalahkan dan ditekuk mundur…”
Beliau juga senantiasa memberi motivasi kepada para shahabat
untuk berjuang. Beliau bersabda
“Demi Allah, tidaklah seseorang memerangi
mereka pada hari ini, kemudian dia terbunuh dengan sabar dan mengharap pahala
serta terus maju dan pantang mundur, pasti Allah akan memasukkannya ke dalam
surga.”
Tiba-tiba berdirilah Umair bin Al Himam Al Anshari sambil
membawa beberapa kurma untuk dimakan, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah,
apakah surga lebarnya selebar langit dan bumi?” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Ya.” Kemudian Umair mengatakan: “Bakh…Bakh…
(ungkapan kaget). Wahai Rasulullah, antara diriku dan aku masuk surga adalah
ketika mereka membunuhku. Demi Allah, andaikan saya hidup harus makan kurma
dulu, sungguh ini adalah usia yang terlalu panjang. Kemudian beliau melemparkan
kurmanya, dan terjun ke medan perang sampai terbunuh.”
Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke barisan
musuh. Sehingga tidak ada satu pun orang kafir kecuali matanya penuh dengan
pasir. Mereka pun sibuk dengan matanya sendiri-sendiri, sebagai tanda
kemukjizatan Beliau atas kehendak Dzat Penguasa alam semesta.
Pesona-Pesona Iman dalam peperangan ini
Pesona-Pesona Iman dalam peperangan ini
Dalam
peperangan ini banyak gambaran memepesona yang menampakkan kekuatan
iman dan kekohon pijakan. Sebab dalam peperangan ini banyak bapak yang
harus berhadapan dengan anaknya sendiri, saudara yang yang harus
berhadapan dengan saudaranya, namun pijakan masing-masing berbeda.
Kemenangan Kaum Muslimin
Kemenangan Kaum Muslimin
Singkat cerita, pasukan musyrikin terkalahkan dan terpukul
mundur. Pasukan kaum muslimin berhasil membunuh dan menangkap beberapa orang di
antara mereka. Ada tujuh puluh orang kafir terbunuh dan tujuh puluh yang
dijadikan tawanan. Di antara 70 yang terbunuh ada 24 pemimpin kaum Musyrikin
Quraisy yang diseret dan dimasukkan ke dalam lubang-lubang di Badar. Termasuk
diantara 24 orang tersebut adalah Abu Jahal, Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin
Rabi’ah dan anaknya, Al Walid bin Utbah.
Demikianlah, Ramadhan 624 M menjadi saksi perjuangan kaum
muslimin untuk menegakkan kalimat tauhid, pasukan kecil mampu mengalahkan pasukan yang
lebih besar dengan izin Allah. Peristiwa ini kemudian di kenal dengan Perang
Badr.
“…Betapa banyak golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.”
(Qs. Al Baqarah: 249)
Janji Allah memang tak pernah main-main, kita sajalah yang
masih kurang Yakin. Salam Spirit Ramadhan..
13 Sya’ban 1434 H
Sumber:
- Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke 2 H bertepatan dengan tahun 624 M (Sirah Nabawiyah karya syaikh Shaiyyurrahman al mubarakufury | cetakan pertama September 1997)
- Majelis Bulan Ramadhan karya Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin
- Muslim.or.id
2 comments
postingannya bagus dan sangat berbobot..
ReplyDeleteizin share ya...
iya isti..silahkan..
Delete:)