Hadhinah dan pelajaran dari Rasulullah :)
2:45:00 PM
Derita itu ternyata bisa lewat pintu apa saja dan bermacam-macam,
kedatangannya pun suka-suka bisa kapan saja, dosisnya juga demikiaan
tidak bisa ditakar-takar. Dan kali ini derita itu mendatangi saya dalam
rupa cucian yang bertumpuk menggunung. Awal derita ini bermula sepekan
yang lalu saat saya memberhentikan mbak yang bekerja di rumah
secara sepihak karena beberapa alasan, salah satunya, biar mandiri, alasanya penting lainnya, saya jadi seperti kerasukan jin pemalas gara-gara apa-apa tahu beres. hehe.
Setelah
merapikan kata-kata, saya mendatangi si mbak yang sudah dua tahunan itu
selalu membuat saya tahu beres, alhamdulillah alasan saya diterima. Dan
mulailah kehidupan baru saya. Yang biasaanya sepulang kerja langsung
mengambil posisi tidur-tidur ayam, sekarang tidak lagi. Hari pertama
lancar dengan kelelahan yang wow harus mencuci malam sepulang kerja.
Hari kedua lancar dengan perasaan haru betapa capeknya jadi si mbak.
Hari ketiga, keranjang pakaian kotor hampir penuh namun tenaga saya
sudah tersita di tempat kerjaa, jadilah saya mengacuhkannya. Hari
keempat, rumah mulai berdebu dan saya tidak sempat mengepel rumah,
sesampai dirumah saya langsung teler. Hari kelima, saya demam. Hari
keeenam, pakaian saya hampir habis. Hari ketujuh, saya memanggil mbak
sum kembali karena sudah menderita duluan saat melihat cucian yang
bertumpuk.
Lagi-lagi saya menyusun kata-kata agar proses pemanggilan ini terkesan tidak terbaca menyerah. Alhamdulillah mbak sum menerima panggilan saya. Akhirnya si mbak bekerja lagi. Saya pun berangkat ke tempat kerjaa dengan perasaan tahu beres. :)
Sore
pun datang, saya pulang dengan santai-santai dan mendapati rumah dalam
keadaan bersih. Di pintu kamar saya melihat ada kertas yang tertempel
rapi, itu dari mbak sum, pikirku. Setelah minum, saya mengambil surat
itu dan membacanya sambil tidur-tiduran. Surat di buka dengan salam,
lalu mengalirlah keluhan mbak sum yang seharin ini kelalahan
membersihkan rumah, lemari pakaian yang bolak-balik ia rapikan dan
bolak-balik juga saya kacaukan, dan beberapa keluhan lainnya. Membaca
pesan itu saya mendadak tegang, antara terharu dan juga kaget, kaget
karena selama ini mbak sum tidak pernah mengeluh namun diam-diam
menderita, terharu karena seminggu tanpa mbak sum saya merasakan
kelelahan yang sangat, ditambak kesibukan ditempat kerja, ditambah
demam-deman tai ayam yang sering datang di waktu malam, kelelahan yang
saya rasakan itu dirasakan mbak sum setiap harinyaaa. Mbaaaak sum.. Saya
langsung mengambil telpon dan menghubungi mbak sum. T_T
Penderitaan
yang sempat saya rasakan berganti rasaa bersalah, Ya ampyun untung mbak
sum tidak mengatakan bahwa saya telah mendzaliminyaaa -_-'. Dalam
interaksi saya dengan mbak sum selama ini banyak yang saya lupakan, lupa
yang paling fatal itu adalah saya lupa bagaimana cara Rasulullah
berinteraksi dengan pembantunya, surat mbak sum menggerakan saya untuk
membaca lagi bagaimana dahulu Rasulullah berinteraksi dengan
pembantunya. Bismillah, mari kita baca sama-sama bagaiamana cara
Rasulullah, insyaallah banyak ibroh yang bisa diambil. :'(
Kalau kita buka siroh Nabi, kita akan menjumpai para ulama lebih suka menyebut Ummu Aiman sebagai Hadhinah Rasulillah
(Pengasuh Rasulullah). Dan nanti pun, Nabi dalam kehidupannya ada
orang-orang yang membantu. Demikian juga sebagian shahabat. Dan
begitulah sebagian kita hari ini. Sehingga seharusnya, tak bisa kita
abaikan keberadaan seseorang yang pasti sedikit atau banyak akan
memberikan pengaruh positif atau sebaliknya. Maka sudah seharusnya kita
bertanya kepada Nabi, bagaimana bersikap terhadap mereka.
Ummu Aiman pengasuh yang mengasuh Nabi sejak kecil. Sampai Muhammad shallallahu alaihi wasallam menjadi Nabi, Ummu Aiman masih terus mendampingi Nabi dan menjadi wanita yang beriman. Wanita asli Habasyah ini sangat dimuliakan
oleh Nabi. Nabi memanggil wanita yang bernama asli Barokah ini dengan
sebutan, “Ibu.” Suatu kali Nabi menyebutnya, “Ibuku setelah ibuku.”
Kalau Nabi melihatnya, Nabi berkata, “Dia adalah sisa keluargaku (yang
masih hidup).” Bahkan Nabi bertanggung jawab mengurus keluarganya.
Ketika suami Ummu Aiman meninggal dan meninggalkan anak yang bernama
Aiman, Nabi mengumumkan kepada para sahabat, “Siapa yang mau menikahi
ahli surga maka nikahilah Ummu Aiman.” Dan Ummu Aiman pun menikah dengan
putra angkat Nabi, Zaid bin Haritsah dan kelak melahirkan panglima
termuda nan hebat; Usamah bin Zaid. Radhiallahu anhum ajma’in.
Begitulah, Nabi menganggap Hadhinah
nya sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan beliau. Bahkan
dianggap sebagai salah satu ibunya. Ibu yang mengasuhnya. Nabi
memasukkannya sebagai bagian dari ahlul bait beliau. Bahkan Nabi
bertanggung jawab terhadap kebutuhan dalam hidupnya. Beliaulah yang
menikahkan Ummu Aiman dengan Zaid bin Haritsah yang merupakan keluarga
mujahid.
Dari sinilah, Nabi memberikan panduan penting, Dari Al Ma’rur bin Suwaid berkata: Aku melihat Abu Dzar memakai pakaian bagus dan pembantu (laki-laki) nya pun memakai yang sama. Aku bertanya tentang hal itu. Diceritakan bahwa Abu Dzar pernah mencaci seseorang di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan mencaci ibunya juga. Orang itu datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan menceritakan hal itu. Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata (kepada Abu Dzar): Sesungguhnya kamu adalah seseorang yang masih memiliki sifat jahiliyyah. Saudaramu yang Allah jadikan ada di bawah tanganmu. Barangsiapa yang saudaranya ada di bawah tangannya, maka berilah ia makan seperti ia makan. Berilah ia pakaian seperti ia berpakaian dan jangan membebani pekerjaan yang tidak sanggup ia lakukan. Jika kamu membebaninya, maka bantulah ia. (HR. Bukhari dan Muslim)
Andai
keluarga muslim mengetahui kewajiban mereka terhadap orang lain yang
hidup bersama di rumah mereka, seperti dalam hadits Nabi di atas. Maka
akan terjadi hubungan yang sangat baik dan saling menguntungkan.
Keluarga dibantu dalam banyak tugas dan pekerjaan. Sementara mereka yang
membantu pekerjaan merasakan kenyamanan seperti hidup dalam keluarganya
sendiri.
Ada 5 tugas dalam hadits ini yang harus diberikan kepada Hadhinah dan siapapun yang membantu kehidupan rumah kita:
- Dia saudaramu yang hidup di bawah tanganmu. Kalimat ini merupakan pengingat bahwa kita harus menganggapnya sebagai saudara kita. Dan Allah amanahkan ke dalam kehidupan kita. Dengan demikian, kehidupan akan tetap berjalan dengan baik, tak ada perlakukan dzalim. Karena mereka saudara kita. Hanya saja masing-masing mempunyai tugas yang berbeda
- Berilah ia makan seperti kamu makan.
- Berilah ia pakaian seperti kamu berpakaian. Lihatlah Nabi sampai menyetarakan masalah makan dan berpakaian. Agar keluarga muslim tahu bahwa yang hidup bersama kita, berhak merasakan kemuliaan kehidupan kita. Inilah yang membuat Abu Dzar memilih untuk memberi pakaian yang sama bagusnya kepada orang yang membantunya.
- Jangan membebani pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan. Menggaji mereka bukan berarti mendzalimi mereka. Kita harus mengukur kemampuan fisiknya. Dan jangan memberi tugas melebihi kekuatannya.
- Jika perkerjaan berat, maka bantulah ia. Baik dengan kita langsung yang ikut membantu. Atau melibatkan orang lain untuk membantunya.
Dan yang juga sangat penting dari tugas keluarga terhadap hadhinah
dan siapapun yang membantu kita seperti dalam kisah Ummu Aiman adalah
membimbing kesholehan mereka. Karena mereka hidup bersama anak-anak
kita. Jika Hadhinah nya orang berilmu dan sholeh, tentu kita nyaman sesekali meninggalkan anak-anak bersama mereka.
Sungguh mulia ajaran Rasulullah. Tak ada bab yang ditinggalkan. Semua dijelaskan dan ditunjukkan.
Jazakillah khairan, mbak..
Sirah di kutip dari : www.parentingnabawiyah.com Jazakillah khairan, mbak..
Tags:
Islami
1 comments
Waaa..... kangen ma mbak Sum, mbaaak
ReplyDelete