Cintanya selalu saja begitu...
1:08:00 PM
Sudah
tak terhitung saya menerima telepon dari Ibu, sampai-sampai saya
menganggap telepon itu sebagai sesuatu yang biasa. Bahkan tak jarang
saya meminta ibu untuk menyudahi pembicaraan jika saya sedang sibuk.
Semua itu terjadi dengan sangat biasa tanpa ada perasaan bersalah
sedikit pun dari saya ketika telpon ditutup.
Selama ini saya tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan ibu saat saya menyudahi permbicaraan, setelah nya juga tidak pernah ada protes dari ibu, semua biasa-biasa lagi untuk saya ketika ibu mengulangi rutinitas yang sama menanyakan hal yang sama disetiap pagi dan malam.
Ini berulang sampai bertahun-tahun, sampai pagi tadi, saat saya meminta ibu menyudahi pembicaraan karena saya sedang disibukkan dengan gambar-gambar. Saya sempat berpikir bahwa ibu tidak mengenal waktu dalam menghubungi saya, kapan saja ibu bisa menelpon, tidak mengenal jam kerja atau jam istirahat.
Siang ini, ditengah kesibukan menyelesaikan gambar-gambar, dari komputer salah seorang teman saya melihat foto atasan saya bersama istri dan juga anaknya, pandangan saya tertuju pada anak yang kecil yang tidak melihat ke arah kamera, anak itu mengalami keterbelakangan mental dan juga kelainan jantung. Namun, atasan saya seperti tidak ragu untuk membawanya ke tempat umum, dan rasa terganggu akan direpotkan itu seperti tersamarkan dengan kehadiran anak yang begitu miris pemandangannya. Tetiba saja saya ingat ibu, cerita-cerita ibu, penerimaan orang tua yang tidak pernah habis untuk anak-anaknya.
Saya buru-buru mengambil handpone dan langsung menelpon ibu, namun tidak juga ada jawaban. Saya mulai kuatir telah menyinggung hati ibu atau bisa jadi ibu sedang kesepian di sebrang sana dan membutuhkan teman bicara saat tadi saya menyudadi pembicaraan. Bayangan-bayangan keadaan dimana telpon dari ibu tidak pernah masuk ke handphone saya muncul begitu saja, saya mulai ketakutan jika sewaktu-waktu pertanyaan berulang dari ibu tidak lagi saya dapatkan. Saya menyesal.
Halooo..
Suara ibu terdengar samar dari seberang sana. Ibu bicara seperti biasa-biasa lagi, seolah sudah lupa bahwa saya tadi memutus pembicaraan. Mata saya basah begitu saja, orang tua selalu bisa menerima anak-anaknya dengan penerimanaa tanpa syarat. Lain dengan anak yang tak jarang merasa terganggu dengan orang tuanya, bahkan ada yang malu mengakui kondisi orang tuanya. Cinta orang tua selalu begini, selalu bisa melihat sisi baik di antara sisi kehidupan yang buruk. Orang tua selalu mendahulukan cinta, bahkan sebelum perasaan terhina datang.
Ibu. Maafkan saya. Dan Allah, tolong.. sayangi beliau sebagaimana ia menyayangi saya sejak kecil. Aamiin.
Selama ini saya tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan ibu saat saya menyudahi permbicaraan, setelah nya juga tidak pernah ada protes dari ibu, semua biasa-biasa lagi untuk saya ketika ibu mengulangi rutinitas yang sama menanyakan hal yang sama disetiap pagi dan malam.
Ini berulang sampai bertahun-tahun, sampai pagi tadi, saat saya meminta ibu menyudahi pembicaraan karena saya sedang disibukkan dengan gambar-gambar. Saya sempat berpikir bahwa ibu tidak mengenal waktu dalam menghubungi saya, kapan saja ibu bisa menelpon, tidak mengenal jam kerja atau jam istirahat.
Siang ini, ditengah kesibukan menyelesaikan gambar-gambar, dari komputer salah seorang teman saya melihat foto atasan saya bersama istri dan juga anaknya, pandangan saya tertuju pada anak yang kecil yang tidak melihat ke arah kamera, anak itu mengalami keterbelakangan mental dan juga kelainan jantung. Namun, atasan saya seperti tidak ragu untuk membawanya ke tempat umum, dan rasa terganggu akan direpotkan itu seperti tersamarkan dengan kehadiran anak yang begitu miris pemandangannya. Tetiba saja saya ingat ibu, cerita-cerita ibu, penerimaan orang tua yang tidak pernah habis untuk anak-anaknya.
Saya buru-buru mengambil handpone dan langsung menelpon ibu, namun tidak juga ada jawaban. Saya mulai kuatir telah menyinggung hati ibu atau bisa jadi ibu sedang kesepian di sebrang sana dan membutuhkan teman bicara saat tadi saya menyudadi pembicaraan. Bayangan-bayangan keadaan dimana telpon dari ibu tidak pernah masuk ke handphone saya muncul begitu saja, saya mulai ketakutan jika sewaktu-waktu pertanyaan berulang dari ibu tidak lagi saya dapatkan. Saya menyesal.
Halooo..
Suara ibu terdengar samar dari seberang sana. Ibu bicara seperti biasa-biasa lagi, seolah sudah lupa bahwa saya tadi memutus pembicaraan. Mata saya basah begitu saja, orang tua selalu bisa menerima anak-anaknya dengan penerimanaa tanpa syarat. Lain dengan anak yang tak jarang merasa terganggu dengan orang tuanya, bahkan ada yang malu mengakui kondisi orang tuanya. Cinta orang tua selalu begini, selalu bisa melihat sisi baik di antara sisi kehidupan yang buruk. Orang tua selalu mendahulukan cinta, bahkan sebelum perasaan terhina datang.
Ibu. Maafkan saya. Dan Allah, tolong.. sayangi beliau sebagaimana ia menyayangi saya sejak kecil. Aamiin.
1 comments
aamiin... :-)
ReplyDelete