When I lost my father
2:29:00 PM
"Kupejamkan mataku maka
kurasakan hadirmu"
Saya tidak tahu harus memulai dari mana,
perasaan ini adalah hal baru untuk saya. Saya ada di sini dengan hati yang belum benar-benar sembuh, sekarang, saya hanya ingin segera menulis tentang
bapak agar nanti jika waktu melipat kenangan yang bergantian
datang, perasaan saya pada bapak tetap begini.
Kepulangan saya dua pekan yang lalu (Ahad 080913)
adalah momen yang begitu kuatir, saya sedikit memaki waktu yang masih saja
tenang-tenang, tidak perduli pada perasaan saya. Setelah melakukan perjalanan
selama kurang lebih empat jam, momen yang tadi begitu kuatir meleleh begitu saja,
waktu yang tadinya diam ditempat seperti tergesa-gesa ingin mengkakhiri
pertemuan saya dan bapak, bapak bangunlah. Saya mendapati rasa takut dalam diri
saya menghebat saat saya melihat bapak terbaring tidak sadarkan diri dan tidak
mengingat saya lagi.
Saya memandangi wajah bapak dengan air mata yang sudah berlinang, malamnya, tiba-tiba saja kondisi bapak memburuk, walaupun
lirih bapak terus saja meminta maaf kepada kami anak-anaknya. Saya terdiam,
perasaan bersalah menghatamku dari segala arah, seketika saya menyadari bahwa
ada banyak waktu-waktu letih yang bapak lewati sedang saya tidak berada
disamping bapak, bahkan saya belum melakukan apa-apa untuk membahagiakannaya.
Bahuku bergetar pelan, bapak, saya belum siap dengan perpisahan ini, sehari
rasanya terlalu singkat. Ya Allah.
Saya menata hati pelan-pelan, kemudian duduk
disamping bapak dan terus-terus mentalqinkan bapak. Bisa dibilang kondisi ini
sangat kritis namun harapan padaNya tak juga putus asa, saya masih berharap
ada keajaiban. Dan tetiba saja keajaiban itu datang, senin malam itu tiba-tiba
saja bapak membuka mata perlahan, bapak menggenggam tanggan saya dengan sangat
lemah, bapak belum mengenali saya.
Saya melewatkan seluruh malam itu disamping
bapak, saya terus-terus memandangi wajah bapak yang mulai dimakan usia, saya
tahu sel kanker dalam tubuh bapak mulai tak bisa dikendalikan. Rasa sakit yang
membuat bapak tak sadarkan diri lagi pastilah rasanya sangat sakit. Selama ini
tak sekalipun saya mendapati bapak lemah dengan penyakitnya, bahkan bapak
sering menyembunyikan sakit ia rasakan. Saat darah mengalir deras dari hidung bapak, bapak masih saja berusaha untuk tenang. Saat sakit itu datang,
bapak akan menggenggam tangan kami anak-anaknya seolah ingin menenangkan. Kesabaran bapak saat tak ada obat yang dapat mengehentikan cegukan yang bapak rasakan, bapak obati pelan-pelan dengan terus-terus mengucapkan la hawla wala quwwata
illa billah.
Saya kembali terkenang pada saat bapak berdo’a sangat dalam di belakang maqam Ibrahim, pada harapan bapak untuk bisa sembuh. Ya Allah sungguh laki-laki ini dengan segala yang ada padanya telah berjuang tak mengenal lelah untuk kami anak-anaknya.
Saya kembali terkenang pada saat bapak berdo’a sangat dalam di belakang maqam Ibrahim, pada harapan bapak untuk bisa sembuh. Ya Allah sungguh laki-laki ini dengan segala yang ada padanya telah berjuang tak mengenal lelah untuk kami anak-anaknya.
Senin pagi (090913), kondisi bapak semakin membaik, bapak
juga sudah mengenali saya. Setelah kakak saya mengganti pakaian yang bapak
kenakan, bapak meminta dibantu duduk. Saya menghaluskan buah untuk bapak,
kemudian menyuapi bapak pelan-pelan, setelah itu saya mengajak bapak untuk
sholat bersama dzuhur nanti. Bapak mengiyakaan. Sudah empat hari ini, lidah
bapak mulai kelu, perkataan bapak sudah tidak jelas lagi. untuk menyapa bapak,
kami harus mengulang sapa karena pendengaran bapak sudah berkurang.
Beberapa waktu kemudian, bapak meminta dibantu berbaring dan bertanya apakah waktu dzuhur telah masuk, saya menjawab pelan dzuhur masih empat jam lagi pak.
Beberapa waktu kemudian, bapak meminta dibantu berbaring dan bertanya apakah waktu dzuhur telah masuk, saya menjawab pelan dzuhur masih empat jam lagi pak.
Sambil menunggu waktu sholat, saya mengajak bapak
ngobrol.
Saya: Bapak, cepat sembuh ya, tahun depan nanti
kita ke tanah suci, umrah lagi.
Bapak: Kapan kita ke sana?
Saya: Tahun depan, insyaallah
Bapak: Masih lama ya
Saya: Bulan dua, Insyaallah
Bapak: Iya (kemudian diam)
Bapak: Sama siapa kita ke sana?
Saya: Sama ibu, kak tata, kak lia, rame-rame kita
kesana pak
Bapak: (diam sambil menutup mata)
Saya: Bapak?
Bapak: Nanti kita nginap di hotel yang dulu saja.
Saya: Iya, insyaallah. Bapak makanya yang kuat,
cepat sembuh. (Bapak seperti mengingat lagi perjalanan umrah
kami yang lalu, bapak pernah bilang ke saya, bahwa beliau ingin ke tanah suci
lagi, kata beliau perjalan umrah beliau yang kemarin kurang terhayati karena
selama di tanah suci bapak kebanyakan terbaring sakit)
Di tengah obrolan, salah seorang ustadz di
kampung yang juga keluarga kami datang menjenguk bapak. Alhamdulillah bapak
masih mengenal beliau, bapak sempat minta dido’kan, bapak juga sempat bertanya
mengenai menjamak sholat untuk orang sakit pada Ustadz.
Sudah sepuluh harian ini, bapak tidak lagi sholat
karena hilang kesadaran. Saya tahu ini bukan keinginan bapak, selama ini saya
tahu bapak sangat menjaga sholatnya, bahkan dalam keadaan cegukan hebat
sekalipun. Sejak sakit yang bapak rasakan menghebat, ada masa-masa dimana sakit bapak hanya bisa diredakan dengan sholat, bapak saat kesakitan akan berjalan
tidak tentu arah, namun saat kami menunjukan sajadah, bapak akan berdiri
atau duduk dengan tenang, setelah itu bapak akan terbaring dan kembali
kesakitan. Hal ini berulang, kami jadikan sajadah sebagai obat untuk bapak,
tinggal tunjukan sajadah, maka otomatis bapak akan bersiap untuk sholat. Bapak
bisa sholat sampai berulang-ulang dalam sehari. Mendapati ini, saya amat
bersyukur, Ya Rabbana, tetapkanlah keimanan bapak hamba.
Saya: Bapak masih ingat tidak makna la ilaha
illallah
Bapak: Apa?
Saya: bapak, salah satu makna la ilaha illallah itu adalah kita yakin bahwa segala
penyakit itu hanya dari Allah, yang menyembukhkan juga hanya Allah.
Bapak:
(hanya menggerakan alis, ini sudah jadi semacam kode untuk kami sejak bapak
mulai susah berbicara)
Saya:
Bapak, kalau kesakitan tinggal bilang la ilaha illallah saja, jadi semacam
kode, saya dan kakak akan segera paham kalau bapak sakit.
Bapak:
(Hanya menggerakan alias)
Waktu
sholat dzuhur datang, kakak laki-laki saya membantu bapak berwudhu, bapak
sholat sambil tiduran di atas kursi, setelah takbiratul ihram, bapak menutup mata
lama, saya tidak berani membangunkan bapak. Sorenya, bapak terbangun, dan
tiba-tiba saja meminta untuk diantar jalan-jalan keluar rumah. Bapak dibopong
ke dalam mobil, perjalanan sore itu rupanya menjadi yang terakhir untuk bapak.
Selasa
malam, bapak terbaring lemah, namun juga tidak bicara apa-apa. Saya duduk
disamping kepala bapak. Saya terus membisikan la ilaha illallah, sesekali saya mengingatkan bapak
untuk mengikuti apa yang saya ucapkan. Lagi-lagi bapak hanya menggerakan alis,
bapak berdzikir lirih. Malam itu saya tertidur sambil memeluk bapak, lewat
tengah malam, saya terbangun dan mendapati bapak belum juga tidur, saya kembali
mengingatkan bapak untuk terus-terus mengucapkan la ilaha illallah, bapak
lagi-lagi mengiyakan. Air mata saya meniti, Ya Rabbana, mudahkan Bapak untuk
terus-terus mengingatmu.
Selasa pagi (100913), keadaan bapak kembali kritis, namun
bapak masih sempat menanyakan apakah kami masih memiliki utang, bapak juga
meminta maaf pada ibu dan kami anak-anaknya. Cairan keluar dari telinga bapak,
beliau juga terlihat sangat kesakitan, Saya masih berusaha untuk tenang namun ketenangan saya tidak bertahan lama setelah saya menyaksikan kakak lelaki saya
menitikan air mata. Kakak saya adalah yang paling tabah diantara kami
bersaudara. Pagi itu, ia seperti luruh pada duka yang telah ia tahan di depan
kami adik-adiknya.
Kakak saya mengatakan pada kami adik-adiknya
untuk membantu bapak berdzikir sambil ia memwudhukan bapak. Saya duduk disamping kepala bapak, saya merasakan nafas bapak perlahan berkurang, gerakan lidah
bapak juga melemah, paman saya mengatakan bahwa bapak sedang mengalami
sakaratul maut, saya masih berharap bahwa yang bapak hadapi hanyalah sakit
biasa, tapi nafas bapak perlahan-lahan berkurang, lidah bapak masih terus mengikuti apa yang saya ucapakan
walaupun sudah sangat lemah. Kaki bapak tiba-tiba terhentak, mulut bapak agak
terbuka, pada momen ini saya benar-benar merasakan saat ruh mulai dari cabut
dari jasad bapak. Bapak sempat membuka mata lalu menatap saya dan ibu,
setelahnya bapak kembali menutup mata, dan itu menjadi yang selamanya. Saya
menatap wajah bapak dengan air mata berlinang. Innalillahi wa inna ilaihi
raji’un.
Ya
Allah, ternyata rasa perpisahan ini sedalam ini.
Saya mengusap wajah bapak kemudian mencium kening bapak pelan-pelan, "Bapak kelak kita akan
bertemu lagi, kebersamaan kita di Dunia ini rasanya terlalu singkat, entah
bagaimana caranya, kelak saya akan mencari bapak. Tentang Keinginan bapak untuk
ke tanah suci insyaallah akan saya penuhi. Ini Janji, Ya Rabanna, Ampuni
kesalahan-kesalahan bapak hamba, Rahmati dan muliakan beliau, Terimalah
amalan-amalan beliau, Balaslah setiap kebaikan beliau dengan balasan terbaik
dari sisi-Mu" Aamiin.
**********
**********
Bapak, waktu bisa melewatkan apa saja dalam
kehidupan ini, tapi tidak tentangmu, selama umur masih ada, engkau akan selalu ada
dalam do’a-do’aku hingga Allah berkenan mempertemukan kita lagi. Jazakallahu khairan bapak.
7 comments
innalillahi wa inna ilaihi raji’un | semoga amal baik Bapak kak Rahma diterima Alloh swt dan diampuni dosa2nya aamiin
ReplyDeleteI cried ariver. Yang kamu ceritakan di tlp saat itu saya baca kembali. Dan saya menangis lagi... Untuk kehilangan orang tersayang, maka tak ada istilah menangis itu dilarang. Kuat ya ma.... Tanah suci, janji, semoga tertepati. Lantunan do'a dari anak sholih terhadap orangtuanya maka itu jadi amal jariyah yang tak putus2. Jadikan dirimu cewek sholih(ah) ya ma.
ReplyDeletesemoga amal ibadah beliau diterima disisi Allah..Aamiin
ReplyDeletegerimis saya, kak. Semoga kubur bapaknya kak rahmah bisa menjadi taman dari taman-taman syurga. Aamiin...
ReplyDeleteSemoga ini menjadi pelajaran bagi mereka yang masih ber-ayah dan ber-ibu untuk berbakti dan menghargai keduanya serta memanfaatkan setiap detik bersama mereka.
ReplyDeleteSemoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau, dan para orang tua kita (pembaca-maupun penulis) yang telah wafat aupun yang masih hidup. aamiin.
Innalillahi wa inna 'ilaihi roji'un. Semoga Allah memberi ayahanda tempat terindah.
ReplyDeleteMenangis pagi2 aku membaca tulisan ini...
engkau anak sholehah insya Allah saudariku... kuatkan dirimu dan jangan pernah lepas mendoakannya... doa anak sholeh-lah satu yang tidak terputus
ReplyDelete