Beberapa hari ini heboh cerita 'Dilan 1990', saya juga nggak ketinggalan ikutan kepo. Nggak bisa saya pungkiri tokoh Dilan itu memesona dengan kalimat-kalimatnya yang sederhana, mungkin jika Dilan ada dimasa remaja saya, hati saya juga akan porak poranda. Hehe, Ya wanita, dari masa ke masa selalu bisa dijatuhkan hatinya dengan kata-kata manis.
Dua tahun yang lalu saya membeli novel Dilan, langsung dua jilid. Saya membeli tanpa mencari tahu lebih jauh novel ini membahas apa, hanya karena gombalan tengil ala Dilan saya memboyongnya ke Rumah. Setelah baca-baca dikit, duh rasanya umur saya udah kadarluasa untuk baca cerita cinta Dilan dan Milea. Tebakan saya pembaca Dilan banyak datang dari ABG, mungkin yang seumuran saya juga ada yang baca tapi bisa jadi nggak sebanyak yang muda-muda.
Lanjut cerita, Dilan di filmkan, banyak yang review, dan ramai dibahas, baru berapa hari sudah ditonton hampir dua juta umat, karena penasaran saya ikutan lagi melihat trailernya, membaca review novelnya, dan saya yang sudah masuk umur tante-tante ini ikutan tersipu malu, "Dilan yang berat itu bukan rindu nak, tapi mikirin uang kontrakan yang nunggak."
Di beranda fb saya selain ramai diposting rindu yang berat ala Dilan, ada beberapa emak emak ikut memposting foto di dalam bioskop menanti Dilan. Kata mereka dalam kisah Dilan ada nostalgia masa muda. Saya bisa ngebayangin betapa si emak pengen ABG lagi saat mendengar gombalan Dilan.
Yang ada dalam pikiran saya, lalu bagaimana dengan para ABG yang menonton film ini, Bisa dibayangin kan? si ABG cowok mendadak jadi Dilan, dengan perhatiannya yang bikin cewek semanis Milea tersipu-sipu, sedang si ABG cewek menjadikan Dilan pemuda idaman, nggak peduli itu Dilan KW berapa. Jadi jangan heran kalau sampai beberapa hari kedepan bioskop akan terus ramai ABG yang sudah nonton Dilan 1990 untuk ke lima kalinya.
Cerita Dilan membawa saya ke satu hal yang mengganggu saya sejak dulu, gimana tidak berdayanya saya melihat teman-teman disekitar saya berpacaran padahal disisi lain saya tahu pacaran itu dilarang sama agama, mungkin saya bisa ngomong ke satu dua orang teman saya, pacaran itu nggak boleh sama agama, tapi kenyataannya omongan saya kayak nggak berarti apa-apa, tetap aja banyak yang pacaran. Dan makin parah karena ada begitu banyak tontonan, bacaan, musik yang seolah-olah membuat mereka semakin menikmati pacaran. Jika Dilan tahun 1990 saja sudah begitu cara sayang-sayangannnya, maka bagaimana dengan 'Dilan' 2018? Dan sekarang Dilan ramai, sebelum Dilan ada segambreng tontonan film, sinetron, cerita dengan genre asmara seperti Dilan dan Milea, dengan kisah cinta yang begitu-begitu saja, nah Dilan muncul dengan warna baru, asmaranya masih sama tapi kemasannya beda, nggak pasaran, dan bikin orang banyak orang mau digombalin juga kayak Milea. Letak mangkuatirkannya dimana? Mudah-mudahan ini hanya suudzon dari saya aja, saya tuh kuatir gaya pacaran Dilan dan Milea akan menjadi 'tren' baru dikalangan ABG, tren baru yang banyak diminati karena nggak pasaran. ABG perempuan menjadikan Dilan sebagai pemuda idaman, dan bisa jadi akan mengikuti gaya Milea yang manis-manis menggemaskan. Di zaman yang serba membingungkan ini, banyak yang menormalkan pacaran, dirasa biasa aja, termaksud kehadiran Dilan yang banyak disambut bahagia. Kemunculan Film Dilan menambah PR panjang untuk orang tua dan para da'I bagaimana mengemas agar lebih menarik lagi ajakan untuk nggak pacaran. Jujur saya merasa sedih karena sadar diri belum ada yang bisa saya lakukan, tapi senggaknya saya tidak menganggap biasa kondisi ini, dibalik Dilan ada sesuatu yang mengkuatirkan. Melihat ABG dengan kerudungnya yang antri menonton Dilan, rasanya gimana gitu. Lebih gimana gimana lagi melihat emak emak yang ikutan antri membawa serta anak gadisnya.
Setelah udah emak-emak ini saya nggak mau ABG muslim muslimah merasakan kelabilan yang dulu saya rasakan karena nggak tahu kalau pacaran itu dilarang agama, pemuda yang taat kepada Allah mendapat naungan khusus di akhirat nanti, masa muda yang sekarang ini akan ditanyakan.
#curhatpanjang
:'(