Memaklumi Futur

Awal tahun lalu akhirnya saya mendapat jawaban atas segala kekepoan selama tiga tahun terakhir ini. :D *padahal saya udah nggak kepo lagi loh, tanpa diminta-mintaa jawaban yang dikepoi selama ini datang dengan sendirinya*. Dulu, tanya kenapa bisa.. kok bisaa sih, menghambur tanpa melibatkan rasa, ah kenapa ia yang dulu jilbabnya sebetis tetiba saja bisa langsung memangkas jilbab? ia yang dulu mengajak-ngajak untuk jadi orang baik malah membelot. Kenapa? kenaaapaaaahhh? tanyaa yang tumpah tak juga menemukan jawab kecuali prasangkaa saja, tapi celakonya prasangka itu menjadi seperti fakta yang terus saja disileti, dikupasi, dan tidak bikin was-was lagi untuk diangkat ke permukaan. Akhirnya ditariklah kesimpulan bahwa ia sedang futur, alasannya karena urusan duniawi. titik. *sesederhana-sederhananya urusan duniawi tetep saja sering bikin galau... bahasa kalbukuh*

Alasan duniawi jelas tidak bisa diterima oleh mereka yang tingkat kesholehannya wow, apalagi sudah dibumbui dengan kisah-kisah generasi terdahulu, alasan keduniaan menjadi begitu murahan. Kata mereka "shahabat Rasulullah ada kok yang di kuliti, di panggang bahkan terancam kehilangan nyawa hanya karena tetap istiqomah dalam ketaatan, urusaaan duniaa ini terlalu hinaaa. Sebagai umat nabi muhammad harusnya bise mencontoh mereka." Tapi kan mereka shahabat Nabi, imannya lebih kuat? *eh mereka juga manusia seperti kita* spicles

Saya yang kala itu juga diam-diam sedang dilanda kefuturan walaupun nggak sampe ngangkat jilbab hanya bisa kepo...haha.. apalagi ia yang banyak dibahas adalah diaa yang menjadi jalan hidayah untuk saya. Sekepo-keponya sayaa tidak sekalipun berani bertanya langsung ke orangnya. Pahadal saya mau tahu banget apa sebab musabab keputusannya. Jujur saya sangat menyayangkan keputusannya. Apalagi hanya karena alasan 'duniawi' seperti kabar-kabar burung yang beredar.

Setahun, dua tahun, tiga tahun. Akhirnya takdir mempertemukan kami lagi. Dan benar jilbab yang dulu sebetis itu sudah terpangkas. Saya hanyaa melongo saja. Setelah tiga tahun ini saya melewati banyak hal dengan jilbab saya yang saya kenakan, apalagi sudah bersinggungan dengan dunia kerja, dengan dunia modis-modisan, tidak sedikit yang tumbang di medan ini. Jilbab lebar yang dulunya sederhana tidak lagi sama, ehmm.. Jilbab menjadi ujian tersendiri, saya jugaa hampir ganti jilbab. hehe. untung enggak jadi. 

Sempat terbayang bahwa pertemuan kami akan kaku sekakunya-kakunya, eh ternyata tidak. Seperti tidak ada apa-apa. Saya juga tidak berani mempertanyakan perubahannya, sampai pada suatu malam ia membuka cerita. Dan dibagiaan inilah rasa-rasanya saya ingin menjedotkan kepala ke tembok karena ketidak sabaranku dalam menilai, atas diamnya saya saat kabar-kabar tentangnya santer terdengar. T_T. Alasan duniawi, tuntutam untuk berpenghasilan yang dahulu heboh memang begitu disayangkan jika harus menuntut untuk memendekan jilbab. Namun, apa yang harus ia lakukan jika orang tuanya yang mualaf mengancam untuk kembali murtad hanya karena jilbab lebar yang ia kenakan?

Mata saya sampai berkacaa-kacaaa... dan alasaan itu... iyaa memang tidak bisa diterima untuk sebagian orang, ia pun mengakui kelemahan imannya. Tapi dilubuk hati yang paling dalam, saya tidak yakin bisa bertahan andai di uji dengan perkara yang sama. Saya sama sekali tidak membenarkan tindakannya, hanya saja untuk saya, untuk mereka yang terburu-buru menilai ada pelajaran bahwanya terlampau buru-buru menilai adalah kesalahan. Futur bisa melanda siapa saja, bisa jadi hari ini adalah ia, tidak tertutup kemungkinan kalau esok kita masih akan baik-baik saja, akan istiqomah, futur bisa mendatangi siapa saja, jangankan kite yang frekuensi buka al qur'annya masih banyakan buka fb, para shahabat Rasulullah pun pernah mengeluhkan lemahnya hati mereka saat jauh-jauh dari Rasulullah. Berusaha memaklumi futur agar tak cepat putus asa saat lemah, agar tak cepat menghakimi saat kuat. oke kaka. Dann.. harus dimaklumi bahwa iman memang gak diam-diam. Ada kalanya naik, ada masanya turun. Naik dengan ketaatan, dan turun dengan kemaksiatan. Rangkul.. rangkul teman-teman kita yang sedang lema(baca:futur).. kita juga ingin dirangkul kan saat sedang lemah?

Ada banyak hal yang bisa mengundang futur.. efeknya juga bisa macam-macam, bisa pada jilbab, bisa juga pada yang lain. Fenomena kelesuan atau futur dalam dimensi aqidah dan umumnya terjadi karena pergeseran orientasi hidup, lebih berorientasi pada materi duniawi. Dan ada juga dalam dimensi ibadah dengan lemahnya disiplin terhadap amaliyah ubudiyah yaumiyah (harian). Adapun dalam dimensi fikriyah terlihat dengan lemahnya semangat meningkatkan ilmu. Di sisi lain pergeseran adab islami menyelimuti akhlaq, belum lagi rasa jenuh dalam mengikuti aktivitas tarbawiyah atau pembinaan keislaman dan hubungan yang terlalu longgar antar lawan jenis.

Biar bisa jaga-jagaa.. kita harus tahu apa pernyebab futur.. Cek..cekk.. cek it out.

Pertama, berlebihan dalam din aka kelewat semangat.. hehe(Bersikap keras dan berlebihan dalam beragama)

Nah ini saya banget ini.. awal-awal mengenal islam.. apa-apa mau langsung di tumpas.. hahaha..

Agama kita untuk washathiyah (tengah-tengah) dalam beramal. Sedikit tapi istiqomah, nggak langsung banyak tapi cepat kapok. hehe.

“Sesungguhnya Din itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan atau menjadi berat mengamalkannya.” (H.R. Muslim)

Kedua, berlebih-lebihan dalam hal yang mubah. 

Mubah adalah sesuatu yang dibolehkan. Namun para sahabat sangat menjaganya. Mereka lebih memilih untuk menjauhkan diri dari hal yang mubah karena takut terjatuh pada yang haram. Contohnya makan... makan itu mubah tapi kalau makannya bikin ngantuk teyuss juga bisa bikin futut alias malas-malasan.

Ketiga, memisahkan diri dari kebersamaan atau jamaah 

Nah.. nah...nahh ini nih penyebab paling ngena banget untuk mereka-mereka yang sebelumnya aktif bertarbyah dan memutuskan sepihak untuk nggak tabyah lagi. Tarbyah memang bukan segalanya, tapi sumpah, hidup saya tidak sama lagi setelah mengenal tarbyah. Dan benar-benar tidak sama saat saya malas-malasan untuk hadir dalam majelis pekanan tarbyah.


 “Setan itu akan menerkam manusia yang menyendiri, seperti serigala menerkam domba yang terpisah dari kawanannya.” (H.R. Ahmad)

Keempat, sedikit mengingat akhirat

Kematian itu entah mengapa menakutkannya selalu panas-panas ee ayam. Neraka itu entah mengapa kengeriaannya hanyaa lewat-lewat begitu saja. Padahal kalau di ingat-ingat terus.. mana berani kita macam-macam..

 Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”

Kelima, lalai dalam menjaga amalan harian

Tidak memiliki komitmen yang baik dalam mengamalkan aktivitas ’ubudiyah harian.

Keenam, masuknya barang haram ke dalam perut (Mengkonsumsi sesuatu yang syubhat, apalagi haram)

Ketujuh, tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan. 

Tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan hidup, ketidaksiapan besar kemungkinan akan menyebabkan terjadi penrubahan orientasi dalam hidup. Dan ini membuat futur. Apalagi dalam kepala hanyaa duniaaaaa... duniiiaaa... duniaaa saja.

Kedelapan, bersahabat dengan orang-orang yang lemah 

“Seseorang atas diri sahabatnya, hendaklah melihat salah seorang di antara kalian siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)

Kesembilan, spontanitas dalam beramal *alias vanas-vanas ee ayam*

Tidak ada perencanaan yang baik dalam beramal, akhirannya layu sebelum berkembang. :)

Kesepuluh, jatuh dalam kemaksiatan 

Jatuh dalam cintaa. cinta yang bikin jauh sama ketaatan. :)

Demiakianlah.. wapadalah.. waspadalah :)





No comments:

Post a Comment